F A Z I L L A
By L.A
Chapter 1 : Permulaan yang Bagus
Fazilla, akrab disapa Zilla. Seorang gadis berusia 13 tahun yang kini duduk di bangku sekolah menengah pertama di daerah pinggiran kota, dan masih kelas 7. Zilla adalah anak yang memiliki ambisi begitu besar dan mimpi begitu banyak, namun sayangnya sedikit sekali keyakinan dalam dirinya.
Zilla selalu dipandang lemah. Zilla tak akan bisa hidup tanpa bantuan orang-orang terdekatnya, begitu pikir mereka. Orang tuanya telah berpisah sejak Zilla berusia satu tahun, namun Zilla tak begitu peduli tentang itu. Karena baginya, cintanya adalah neneknya bukan kedua orang tuanya.
Bagi Zilla, neneknya adalah satu-satunya orang yang paling menyayangi Zilla. Sepanjang hidupnya, sampai detik kepergian neneknya, Zilla hidup dan merasakan kasih sayang hanya dari neneknya.
Ketika teman-temannya saling berlomba-lomba menjadi yang utama, Zilla hanya diam. "Jika mereka berusaha untuk membuat orang tuanya bangga, untuk apa aku membuat orang tuaku bangga? Toh kenyataannya, tak ada yang menyayangiku. Lantas, apa gunanya?" Begitu pikir Zilla.
Tapi kemudian sisi lain dari dirinya berkata, "Kau bisa menjadi seperti mereka, menjadi yang membanggakan. Kalau... kalau bukan untuk kedua orang tuamu, setidaknya mungkin untuk dirimu sendiri."
Sejak saat itulah semangatnya mulai muncul, perlahan Zilla yakin dan percaya akan dirinya, dan dia bertekad akan membuktikan kepada semuanya.
Zilla yang semula kesehariannya hanya mengenal bermain, keliling desa bersama teman-temannya, menghabiskan waktu pulang sekolah hingga senja, kini Zilla meninggalkan semua itu. Kini belajar, membaca, dan mengerjakan latihan soal menjadi hobinya. Tak ada rasa berat hati, karena Zilla menjalaninya dengan sepenuh hati.
Satu persatu teman-temannya meninggalkan Zilla, kini Zilla hanya berteman dengan setumpuk buku di meja belajarnya.
Semenjak kepergian neneknya, Zilla tinggal bersama kedua bibinya bukan kedua orang tuanya. Di dalam rumahnya, Zilla tak pernah merasa hidup. Jika ditanya lebih suka berada di rumah atau sekolah, Zilla lebih suka dan senang berada di sekolah.
Hari ini adalah ulangan harian pertama untuk kelas Zilla. Ulangan harian mata pelajaran IPA. Zilla melihat teman-temannya sepertinya sangat serius mempersiapkan diri untuk ulangan ini. Sementara Zilla terlihat cukup tenang, namun dalam hatinya Zilla tak begitu yakin akan mendapat nilai yang bagus.
"Anak-anak, siapkan kertas dan bolpoin kalian serta kumpulkan semua buku yang berkaitan dengan mata pelajaran ini!" Perintah Bu Anna. Seluruh murid pun segera mengumpulkan buku IPA mereka, kemudian kembali duduk di tempat mereka masing-masing dan berhadapan dengan selembar kertas dan sebuah bolpoin.
Setelah diberikannya lembar soal, maka dimulailah ulangan tersebut. Kelas menjadi sunyi, para murid fokus dengan soal mereka masing-masing.
Tiga puluh menit berlalu, ulangan harian pertama untuk mata pelajran IPA di kelas 7A telah selesai. Zilla dan teman-teman yang lainnya keluar dari ruangan. "Eh, tadi kamu nyontek, ya? Aku tau tadi kamu ngeliat kertas gitu di bawah meja. Kertas contekan pasti, kan?" Tegur Bella pada Sandy. Sandy menggaruk tengkuk lehernya, dia terlihat gugup. "Mana ada sih maling ngaku," Zilla menyeletuk agak sinis. "Dia bukan maling," Rangga yang berdiri tak jauh dari Zilla ikut-ikutan menimbrung. "Ini tuh cuma perumpaan," balas Zilla menanggapi ucapan Rangga. Rangga terlihat tak terima, "Ya tetep aja maling ya maling, beda." Kini Zilla tampaknya mulai naik darah. Maksudnya Zilla kan hanya mengibaratkan, kenapa jadi dipermasalahkan. "Sekali lagi ya, maling itu cuma perumpamaan. Lagian apa bedanya sih nyontek sama maling, nggak ada bedanya, sama-sama tidak terpuji." Rangga tak peduli lagi, tak ada gunanya berdebat dengan Zilla. Zilla itu kan memang sangat keras kepala.
Satu minggu kemudian hasil ulangan dibagikan. Zilla dan teman-temannya sangat penasaran dengan nilai ulangan mereka. Zilla hanya takut, takut jika nilai ulagannya tidak sesuai dengan yang dia harapkan.
Satu persatu nama dipanggil untuk mengambil kertas hasil ulangan mereka, beberapa dari mereka terlihat senang, mungkin mendapat nilai yang baik. Tapi kebanyakan terlihat lesu, kecewa mungkin. Ah, Zilla semakin tak percaya diri. Teman-temannya yang sewaktu di sekolah dasarnya rangking satu saja, mendapatkan nilai tak lebih dari angka 6. Lalu, bagaimana dengan hasil ulangan Zilla?
"Fazilla."
Kini gilirannya. Zilla pasrah, ia hanya bergumam dalam hati semoga dirinya mendapatkan hasil yang baik.
Sambil tersenyum Bu Anna memberikan selembar kertas pada Zilla. "Selamat ya, Zilla!" Zilla tak mengerti, ia belum berani membuka kertasnya.
Setelah duduk kembali di bangkunya, barulah Zilla membuka kertasnya. "Hah? Sembilan?" Spontan Zilla bersuara. Zilla mencoba menghitung banyaknya centang di sana, barangkali Bu Anna keliru memberi nilai. "Ah, nggak mungkin deh. Oh, kayaknya yang lain juga ada deh yang dapet nilai segini. Atau, 95 juga ada kali ya?" Zilla terus bergumam, bicara sendiri.
"Untuk ulangan harian kali ini, nilai tertingginya diraih oleh Fazilla. Selamat ya, Zilla!" Dan lagi ucapan Bu Anna kini membuat Zilla harus percaya bahwa dirinya tidak sedang bermimpi.
Sebuah senyum kecil tersungging di wajah Zilla. "Permulaan yang bagus, Zilla!" Ucap Zilla dalam hatinya.
tunggu cerita berikutnya..
Baca :